Senin, 29 Oktober 2012

Belut, Lokal bisa Ekspor pun Bisa

DOMLUT

Tahukah pembaca? Drs Ruslan Roy, MM, Ir R. M. Son Son Sundoro, http://www.eelstheband.com/ , dan telah diolah dari berbagai sumber: Kebutuhan pasar belut dibeberapa negara asia sebagai tujuan ekspor pada tiap minggunya adalah: Jepang (1000 ton tiap minggu), Hongkong (350 ton tiap minggu), Cina (300 ton tiap minggu), Malaysia (80 ton tiap minggu), Taiwan (20 ton tiap minggu), Korea (10 ton tiap minggu) kemudian Singapura (5 ton tiap minggu). “Bang, coba manfaatkan lahan yang ada untuk budidaya belut juga!” demikian saran sang penggagas Villa Domba, masih dalam tahap persiapan di mana Insya Allah Villa Domba akan mulai menekuni pula kombinasi antara pertanian, peternakan dan tidak lupa perikanan. Bila sudah ada cerita sukses tentang Domle alias Domba Lele yang dilakukan oleh pak Teddy maka kenapa tidak untuk mulai kombinasi Domlut alias Domba Belut. Salam Pertanian Organik, Peternakan dan Perikanan!





Sumber. http://giomustbebetter.blogspot.com/2008/12/belut.html, Budidaya Belut saat ini dirasa sangat menguntungkan mengingat permintaan dalam dan luar negeri terus meningkat, namun Belut alam yang hidup bebas sangat sulit ditemukan. Penggunaan pestisida pembahas hama dilahan pertanian ternyata berdampak menghilangnya sebagian spesies ikan, termasuk belut. Hal ini sangat memprihatinkan, bila dipandang dari segi keseimbangan alam. Kelestarian alam merupakan tanggungjawab bersama penghuni bumi. Budidaya Belut sebenarnya tidak sulit dan juga tidak mahal. Masyarakat yang memiliki lahan sempitpun dapat memelihara belut. Secara Teknis Budidaya dan pemeliharaan belut (monopterus albus) hanya memerlukan perhatian dalam memilih tempat/lokasi budidaya, pembuatan kolam, media pemeliharaan, memilih benih, perkembangbiakan belut, penetasan, makanan dan kebiasaan makan serta hama. Disisi lain kita memerlukan tata cara panen, pasca panen, pemasaran dan pencatatan.




KLIK juga. http://bisnis-hasan.blogspot.com/2008/12/ternak-belut.html, Berminat budidaya belut, pada dasarnya modal menurut Ardiyan bukanlah yang utama. Jika calon pebisnis memiliki kolam semen, atau bahkan jika tidak ada bisa menggunakan kolam terpal. Sementara untuk bibitnya calon pebisnis bisa memulai dengan berusaha mendapatkan bibit dari sawah. Bibit belut bisa lebih mudah didapatkan di sekitar pertanian organik. Jika tidak bisa didapat dengan cara gratis, sambung Ardiyan, bibit belut sawah bisa didapat dengan harga sekitar Rp25.000/kg. Jika dibudidayakan secara intens, bibit belut berukuran sebesar rokok akan membutuhkan waktu sekitar 3 hingga 6 bulan untuk bisa dipanen untuk kemudian dipasarkan. Pilihannya ada pada pebisnis sendiri. Jika ingin dipasarkan secara lokal, biasanya waktu 3, 4 atau 5 bulan cukup untuk budidaya. Sementara untuk pasar ekspor biasanya akan memakan waktu 6 bulan. Bicara harga jual juga menarik. Dari hasil panen, Ardiyan bisa mematok harga sekilo belut isi 10 seharga Rp15.000 untuk pasar lokal, bahkan bisa mencapai Rp18.000 di enuser. Sementara untuk pasar ekspor biasanya sekilo isi 10 dengan harga Rp20.000.




Domlut alias Domba Belut? KLIK Kolam Belut Anti Repot, http://kelapahijau.wordpress.com/2008/04/01/kolam-belut-anti-repot/: Media fermentasi untuk memelihara belut. Media berupa campuran jerami, pelepah pisang, kompos, pupuk kandang, dan lumpur itu, dibuat di luar kolam. Alasannya, proses pematangan media berlangsung lebih cepat. ‘Kalau mematangkan di kolam waktunya bisa lebih dari sebulan. Itu pun belum tentu semuanya menjadi matang,’ katanya. Media dibuat dengan mencacah jerami dan pelepah pisang. Cacahan itu lantas dicampur kompos dan pupuk kandang, lalu disiram konsentrat mengandung mikroorganisme pengurai sebanyak 50 cc/10 l air. Campuran itu dijemur hingga kering, kemudian disungkup terpal sekitar 3 pekan.Media yang sudah jadi ditaburkan setebal 60 cm, selanjutnya ditutupi lumpur setinggi 15 cm. Tambahkan air pada media hingga mencapai ketinggian 3 cm. Maksudnya agar media selalu basah sesuai habitat asli belut. KLIK juga Video Youtube tentang Belut sebagai berikut yang dapat penulis peroleh:

Live Eels at Tsukiji Fish Market, Tokyohttp://www.youtube.com/watch?v=76fDjrGAkKo

Kamis, 18 Oktober 2012

Ayam Broiler Dagingnya Keset, Nyaris Tanpa Lemak (Gajih)

Beternak ayam brolier umumya mulai umur 4 hari sudah harus divaksin, diberi serum penyakit yang sudah dilemahkan, kadang melalui tetesan mata ayam kadang melalui campuran air minumnya. Demikian seterusnya hampir setiap seminggu sekali dilakukan vaksin terhadap ayam broiler sampai umur tertentu.


Belum lagi kalau ada serangan penyakit, maka harus siaga dengan obat tertentu, memang mudah untuk mendapatkan obat-obat ternak yang telah tersedia di toko peternakan. Yang demikian itu, Orang-orang menyebutnya itu beternak cara kimia.

Beternak yang serba obat, kotoran ternaknya cenderung sangat menyengat baunya, dagingnya pun banyak dililiti lemak (gajih).

Berbeda dengan cara kimia, kalau cara organik, mulai hari pertama sampai panen TANPA VAKSIN, TANPA OBAT, minumannya menggunakan campuran bio organik, demikian juga pakannya difermentasi dulu. sehingga bisa menekan bau kotoran, jadi ramah lingkungan. Daging ayam broiler pakai cara organik jelas lebih keset nyaris sulit dibedakan dengan kualitas ayam kampung. kalau disembelih kelihatan nyaris tanpa lemak.